• Website Masjid Raya KH. Hasyim Asyari Jakarta - Jl. Rusunawa Pesakih No.14, RT.3/RW.14, Duri Kosambi, Kecamatan Cengkareng, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 11750
Kamis, 5 Desember 2024

Dirosah Aswaja – Penjelasan dan Hukum Mentalqin Jenazah

Dirosah Aswaja - Penjelasan dan Hukum Mentalqin Jenazah
Bagikan

Jakarta DKM MRJ – Kajian Dirosah Aswaja selasa 24 Oktober 2023 di Masjid Raya KH. Hasyim Asyari hari ini di isi oleh para Guru kita yakni diantaranya KH. Abdurrahman Shoheh  sebagai pengajar pertama, kemudian dilanjutkan oleh KH. Mahfudz Asirun sebagai pengajar kedua  serta doa sebagai penutup.

Pada kajian sesi pertama yang di isi oleh KH. Abdurrahman Shoheh dalam kitab Hujjah Ahlusunnah Wal-Jamaah halaman 66 tentang talqin untuk mayit. Bagi jenazah Muslim saat dikuburkan biasanya diperdengarkan kalimat-kalimat tertentu. Hal tersebut telah menjadi tradisi turun temurun masyarakat. KH. Abdurrahman Shoheh kali ini membahas perihal talqin mayit untuk jenazah.

Bacaan talqin mungkin merupakan bacaan yang sekilas terdengar asing di telinga kebanyakan umat muslim. Akan tetapi, bacaan ini sebenarnya sangat dekat hubungannya dengan kehidupan muslim khususnya ketika terdapat saudara muslim lainnya yang meninggal.

Secara bahasa Talqin ialah mengajarkan atau memahamkan secara lisan, yang berarti menuntun mayit (orang yang sudah meninggal) untuk mengingat Allah dengan cara mengajarkan atau memahamkannya kaimat-kalimat tertentu lewat lisan kita.

Menurut beliau mengkutip dari kitab tersebut bahwa mentalqin mayit bukan kewajiban, melainkan hukumnya sunnah. Ini sesuai dengan empat perkara wajib ketika seorang meninggal dunia menurut Ibnu Ruslan di dalam Zubadnya, beliau mengatakan: “Memandikan, mengkafankan, menyembahyangkan mayit, dan terakhir menguburkan mayit merupakan fardhu.”

Hal ini juga dituturkan Imam Nawawi dari Mazhab Syafi’I dalam kitabnya al-Majmu’ juz lima halaman 303, beliau mengatakan: “Disunnahkan mentalqin mayit segera setelah menguburnya, di mana seseorang duduk di depan kepala mayit, dan berkata: Wahai fulan anak fulan, dan wahai hamba Allah anak hamba perempuan Allah. Ingatlah janji yang atasnya kamu keluar dari dunia, yaitu persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu baginya, sesungguhya Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasulnya, surga itu benar, neraka itu benar, kebangkitan itu benar, kiamat itu pasti dating; tiada keragu-raguan di dalamnya, Allah akan membangkitkan orang yang dalam kubur. Dan sungguh kamu telah meridhai Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sebagai Nabi, Al-Quran sebagai Imam, Ka’bah sebagai kiblat, dan kaum Mukminin sebagai saudara.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’, juz 5, h. 303).

Penuturan Talqin Mayit ini juga di jelaskan pada hadits Marfu’ menurut riwayat Atthabrani dan menurut riwayat Abdul Aziz al-Hambali dalam Asy-Syafi’I, bahwa Umamah berkata: “Apabila aku mati, maka lakukanlah olehmu terhadap diriku, sebagaimana Rasulullah SAW pernah memerintahkannya kepada kita agar memperlakukan mayit seraya bersabda: apabila mati salah seorang dari saudara-saudara kamu, maka kamu ratakan atas kuburnya, dan hendaklah berdiri salah seorang dari kamu di atas kepala kuburnya, kemudian hendaklah berkata: hai fulan anak fulanah, maka sesungguhnya ia menjawab: berilah kami petunjuk, semoga Allah melimpahkan rahmat-nya atas mu, tetapi kalian semua tidak mengetahuinya. Maka hendaklah dikatakannya: ingatlah apa yang engkau keluar atasnya dari dunia, yaitu penyaksian bahwa tidak ada Tuhan yang disembah dengan sebenar-benarnya melainkan Allah SWT, dan bahwa Muhammad itu hamba-nya serta utusan-nya. Dan sesungguhnya engkau telah ridha Allah sebagai Tuhan. Dan Islam sebagai agama. Dan Nabi Muhammad sebagai Nabi. Dan Al-Quran sebagai Imam. Maka sesungguh-nya Munkar dan Nakir memegang tiap tangan seseorang dan berkata: Mari kita berangkat. Alasan apa lagi kita duduk pada orang yang sudah ditalqin akan hujjahnya, maka berkatalah seorang laki-laki: ya Rasulullah. Maka jika tidak dikenal siapa ibu-nya? Jawab Rasul: di bangsakan-nya kepada ibunya: Hawwa, Hai Fulan bin Hawwa.”

Dan masih banyak lagi yang diterangkan oleh Guru Kita KH. Abdurrahman Shoheh dan KH. Mahfduz Asirun dalam pengajian rutin Dirosah Aswaja di Masjid Raya KH. Hasyim Asyari Jakarta, untuk lebih lengkapnya tentang isi pengajian ini silahkan simak videonya di channel youtube Masjid Raya KH. Hasyim Asyari pada tanggal 24 Oktober 2023.

SebelumnyaKhutbah Jumat - Iman Kepada Allah SWTSesudahnyaKhutbah Jumat - Keutamaan Bermunajat Dengan Bershalawat
Tidak ada komentar

Tulis komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *